Sadeyan Dhawet

Dhawet, minuman ini mungkin asing di lidah panjenengan. Dulu perkembangan dhawet di Solo kebanyakan dijual oleh orang dari Donohudan dengan pikulan yang khas. Selain itu, khas dhawet Solo adalah menggunakan gula Jawa sebagai pemanis. Gula Jawa ini dicairkan dan dicampur potongan nangka agar lebih sedap. Tidak ketinggalan, tentu saja santan dan cendhol. Cendol terbuat dari tepung beras. Bentuknya agak lonjong dan pipih berwarna putih transparan.

Perpaduan cendol, santan, dan juruh (gula jawa yang dicairkan) merupakan sajian yang nikmat. Panjenengan bisa membeli dhawet di berbagai tempat. Baik dhawet yang disediakan di rumah makan ataupun yang dijual oleh pedagang kaki lima. Tetapi, pernahkah panjenengan membeli dhawet dengan kreweng?

Upacara siraman dilanjutkan dengan upacara sadeyan dhawet atau jualan dhawet. Di saat seperti inilah panjenengan bisa membeli dhawet menggunakan kreweng. Kreweng digunakan sebagai pengganti uang. Berasal dari pecahan bahan-bahan yang terbuat dari tanah liat yang masih baru. Seperti pecahan genting atau gerabah.

Dhawet memiliki makna simbolis tersendiri. Cendhol atau cendol yang dalam bahasa Jawa disebut kemruwet merupakan harapan nantinya banyak orang yang datang dan memberikan doa restu. Cendol berwujud bundar-bundar melambangkan menyatunya tekad orang tua dalam menjodohkan putrinya. Rasanya yang manis dan gurih melambangkan doa dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mempelai nantinya mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan hidup berumah tangga.

Menjadikan kreweng sebagai alat tukar bukan karena tidak ada uang. Namun karena makna simbolis di dalamnya. Kreweng ini sebagai pengingat bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Kreweng juga melambangkan kebersihan hati dari pemangku hajat dan calon mempelai.

Penjual dhawet adalah orang tua calon mempelai wanita. Pembelinya adalah para tamu yang hadir dalam upacara siraman. Isian dhawet ditempatkan di satu baku. Ibu kemudian menggendong bakul kemudian berjalan dari rumah menuju tempat berjualan dhawet. Bapak berjalan sambil memayungi ibu dari belakang. Ibu melayani setiap pembeli dhawet dan Bapak bertugas menerima kreweng.

Selesai sadeyan dhawet, Bapak dan Ibu pulang. Bakul yang tadi untuk berjualan digunakan untuk membawa oleh-oleh yang akan diberikan kepada calon mempelai wanita. Selain itu juga sebagai tempat kreweng. Upacara ini melambangkan kegotong-royongan suami istri. Sadeyan dhawet diakhiri dengan calon mempelai wanita yang disuapi orang tua.


Tentang Penulis

KPA Winarnokusumo
Wakil Pangageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

No Comments

Leave a Reply